Dan Ia masih disana,
terdiam menatap senja. Untuk kemudian kuhampiri sembari kutepuk perlahan
pundaknya. Ia menoleh sambil tersenyum. Lalu aku duduk disampingnya.
“masih menanti
pelangi itu kembali?” tanyaku.
Dan ia hanya kembali
memberi senyum itu tanpa sepatah katapun.
“andai dari dulu kau
mampu tuk memulai tawa barumu bersama seseorang yang memang tulus untukmu”.
“aku tau,… maaf
mengecewakanmu”
“bukan salahmu,
mungkin karena memang kau tercipta bukan untuk kumiliki, tak apa”.
Dan semilir angin
itu menjadi bagian lain dari kisah ini.
Sampai kelak Ia
sadari bahwa telah Ia lewatkan sebuah hati tulus yang selama ini selalu
menjaganya,…