Dan kisah ini masih
tentang kami. Kami yang pernah mengukir kisah bersama dan berharap dunia akan
memihak kami nantinya. Ini masih tentang kami, kami yang pernah melukis
indahnya pelangi setelah hujan itu reda,...
Semburat senyum itu
masih disini, tepat disampingku. Menatap birunya langit, menikmati segarnya
oksigen tersegar yang pernah aku rasakan saat itu. Aku masih ingat semua
detailnya. Semua hal yang pernah kita lakukan bersama. Setiap detik yang selalu
aku harapkan untuk selalu mengingatnya.
Pertemuan itu, entah
apa yang ada di pikirannya saat itu, yang pasti aku masih selalu dengan semua
tanda tanyaku tentangnya, tentang hatinya.... aku heran akan semua tingkahnya,
kadang Ia secerah mentari pagi, kadang Ia menghilang tanpa jejak dan
meninggalkan semua tanya itu untuk kuterka sendiri.
Entah berapa ratusan
ribu kata yang pernah aku ungkapkan untuknya. Entah berapa juta detik yang aku
habiskan hanya untuk menanti bahwa akan ada waktunya untuk dia mengerti dan
sadar bahwa aku masih ada. Bahwa aku manusia berhati yang juga ingin Ia
lindungi. Bukan untuk diacuhkan lalu dengan gampangnya Ia pergi.
Aku memang bukan Ia,
bukan mereka yang selalu menjadi tempat Ia mencari bahagianya. Tapi andai Ia
tau, tak pernah satu kalipun aku meluputkan namanya bahkan dalam waktu tersibuk
yang aku hadapi. Tapi aku tak menyesal, tapi aku telah terlalu kebal. Tentang semua
cemoohan orang-orang, tentang tentangan dari teman-teman. Aku terlalu percaya
akan hatinya. Entah mengapa.
Berulang kali datang
dan pergi, berulang kali jatuh dan bangkit lagi. Masih tentang Ia, masih
tentang rasa yang sama. Bahwa hatiku masih begitu dalamnya merindukannya, bahwa
duniaku masih tentangnya. Bahkan disaat bukan Ia yang tengah bersamaku.
Entah kalimat siapa,
yang pasti aku selalu tersentuh saat mendengarnya “sakit itu ketika dua orang yang
masih saling menyayangi harus terpisah oleh keadaan ” Jika benar kupikir
itu yang terjadi saat ini. Ketika kami harus saling bersikap biasa saja didepan
teman-teman kami.
Ketika rindu itu harus
kupendam sendiri,
Ketika membicarakannya
didepan mereka menjadi hal paling tabu yang tak boleh aku lakukan,
Ketika aku harus
berulang kali melihatnya bersama orang lain,
Ketika Ia seperti
tak memiliki masalah saat bersamaku,
Aku lelah akan semua
ini, amat sangat lelah,
Ketika berulang kali
Ia memintaku untuk bersabar,
Ketika dunia tak
lagi memihak kita,
Ketika harus
kusembunyikan semua tentangnya,
Bahkan hanya untuk
menyebut namanya-pun bukan lagi menjadi hakku...
Andai Ia disini saat
ini, aku ingin Ia mendengar hatiku, bahwa aku tak setegar itu, bahwa aku tak
sekuat itu, bahwa aku butuh Ia untuk melindungiku, bukan membuatku mencari
orang lain untuk melindungiku dari pesakitan olehnya.
Sampai kelak Tuhan
mengabulkan do’a-do’a dalam setiap akhir sujudku, aku masih tetap disini dalam
semua tanda tanyaku,
Sampai kelak Tuhan
kembali mengizinkanku melukis pelangi setelah hujan diakhir senja bersamanya,
Sampai kelak engkau
mengerti akan semua ini,
Untuk engkau yang
entah kusebut apa,...
Semarang, 18 oktober 2013
-S.A-
0 komentar:
Posting Komentar